HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

‎Percepatan Kabupaten Tangerang Utara: Jalan Menuju Pemerintahan yang Lebih Dekat dan Responsif


Oleh: Malik Fatoni

‎Dosen Ilmu Pemerintahan, Universitas Bina Bangsa dan Pengamat Kebijakan publik


‎Wacana pemekaran wilayah Kabupaten Tangerang menjadi Kota Tangerang Utara bukanlah gagasan baru. Sudah lebih dari satu dekade aspirasi itu mengemuka, disuarakan oleh tokoh masyarakat, pemerintah kecamatan, hingga akademisi.


‎Namun, hingga kini, langkah konkret menuju pembentukan daerah otonom baru (DOB) itu belum mendapatkan respons afirmatif dari pemerintah pusat.


‎Padahal, secara objektif, Tangerang Utara telah memenuhi sebagian besar prasyarat administratif dan teknis yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.


‎Proses yang terhambat beberpa waktu lamanya itu disebabkan pemerintah mengeluarkan kebijakan moratorium atas rencana pemekaran daerah otonom baru. Sehingga hal ini berimbas juga pada progres kemajuan dan percepatan pemekaran Tangerang Utara juga.


‎Tapi pada masa pemerintahan baru bapak prabowo Subianto saat ini, moratorium itu telah dicabut. Dan ini memberi angin segara bagi rakyat pantura di kabupaten tangerang kembali menggelorakan semangat pemekaran tersebut


‎Desentralisasi yang Mandek

‎Instrumen Pemekaran wilayah adalah salah satu instrumen desentralisasi untuk mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Pelayanan publik semakin cepat dan efisien.


‎Wilayah utara Kabupaten Tangerang yang meliputi kecamatan seperti Teluknaga, Pakuhaji, Sepatan, Kosambi, dan sekitarnya, saat ini mengalami tekanan beban layanan dari pusat pemerintahan di Tigaraksa yang terlalu jauh dan tidak efisien secara geografis maupun sosial. Warga di wilayah pesisir harus menempuh perjalanan hingga dua jam lebih hanya untuk mengakses layanan administratif dasar.


‎Fenomena ini mencerminkan adanya governance gap antara pusat pemerintahan dengan kebutuhan warga di wilayah periferi. Padahal prinsip utama otonomi daerah adalah "pemerintahan yang dekat dan adaptif." Maka, gagalnya percepatan pembentukan Tangerang Utara berarti pembiaran atas ketimpangan tata kelola.


‎Bagaimana Kesiapan Struktural dan Sosial?

‎Secara teknokratik, wilayah Tangerang Utara memiliki populasi besar, lebih dari satu juta jiwa, tersebar di wilayah pesisir yang tumbuh cepat secara ekonomi. Indikator PDRB sektor jasa, transportasi, dan perdagangan cukup menunjukkan kemandirian fiskal yang potensial.


‎Selain itu, infrastruktur pendidikan, kesehatan, dan transportasi mulai berkembang, meskipun belum merata. Kesiapan sosial juga terlihat dari masifnya dukungan masyarakat dalam forum musyawarah dan diskusi publik.


‎Salah satu tantangan utama hanyalah soal keberanian politik—baik di tingkat legislatif pusat maupun eksekutif nasional—untuk membuka kembali moratorium pemekaran wilayah yang sejak 2014 ditutup rapat. Di sinilah diperlukan pendekatan akademik dan advokasi yang konsisten.


‎Pemekaran: Strategi Realistis dan Terukur

‎Percepatan pemekaran tidak bisa hanya bergantung pada desakan politik atau tekanan massa. Harus ada roadmap yang rasional dan terukur.


‎Salah satu pendekatan strategis adalah mendorong terbentuknya Tim Kajian Akademik Bersama antara pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan tokoh masyarakat, yang secara simultan menyusun dokumen-dokumen penting seperti:

‎- Naskah akademik DOB

‎- Rancangan induk tata ruang Kota Tangerang Utara

‎- Simulasi fiskal dan kelembagaan pemerintahan kota baru


‎Analisis lokasi pusat pemerintahan, seperti yang kini mulai mengerucut ke Kecamatan Sepatan.


‎Dengan dokumen-dokumen tersebut, maka pemekaran tidak lagi berdiri atas dasar desakan, tetapi atas dasar data.


‎Sepatan sebagai Titik Strategis

‎Kajian akademik menunjukkan bahwa Kecamatan Sepatan memiliki posisi geografis yang sentral di antara kecamatan lainnya, dengan tingkat aksesibilitas tinggi dan risiko bencana lebih rendah dibanding kawasan pesisir langsung seperti Teluknaga atau Kosambi. Ini menjadikan Sepatan sebagai kandidat rasional untuk pusat pemerintahan Kota Tangerang Utara.


‎Di sinilah urgensi perencanaan tata kota modern dimulai: tidak hanya membangun gedung pemerintahan, tetapi menciptakan kawasan administratif yang terintegrasi, humanis, dan berkelanjutan.


‎Otonomi yang Terarah

‎Sudah saatnya pemekaran Tangerang Utara tidak hanya menjadi wacana, tetapi menjadi prioritas strategis dalam agenda reformasi tata kelola pemerintahan. Dalam konteks negara kepulauan seperti Indonesia, desentralisasi bukan hanya prinsip administratif, tetapi strategi pemerataan.


‎Dengan kesiapan yang dimiliki Tangerang Utara, percepatan pembentukan daerah otonom baru bukan saja layak, tapi sudah semestinya dijadikan proyek percontohan bagaimana pemekaran bisa dilakukan dengan cerdas, tepat, dan berpihak pada pelayanan publik. (*)

Posting Komentar