Ramadan Melatih Sabar Meski Lingkungan Kita Memprihatinkan (Studi Kasus Galian Tanah di Wilayah Pesisir Tangerang)
Oleh: Supe'i Al-Bantani
Wakil Sekretaris FKDMI (Forum Komunikasi Da'i Muda Indonesia) Provinsi Banten
DI BULAN Ramadan, kita dilatih untuk bersabar, baik bersabar dalam tindakan atau perbuatan yang membatalkan puasa ataupun bersabar dalam menahan haus dan lapar.
Ramadhan adalah salah satu bulan yang penuh dengan magfiroh, bulan yang penuh rohmah serta bulan yang penuh ampunan.
Ramadhan juga melatih kita untuk bersabar ketika kita mengalami atau menemukan sesuatu yang selalu meningkatkan amarah kita, akan tetapi ini bukan sebuah hal yang wajar dalam sebuah persoalan karna ini bukan lagi menahan diri dari haus dan lapar.
Penulis melihat fenomena yang terjadi pada wilayah Pesisir Kabupaten Tangerang, adanya sebuah galian tanah yang benar-benar tidak memperhatikan sebuah peraturan dan kenyamanan pengguna jalan raya, bahkan tidak memperhatikan terhadap lingkungan.
Penulis melihat langsung fenomena ini dan penulis juga melihat serta memantau melalui media sosial yang setiap hari mengkabarkan bahwa galian tanah membuat keresahan masyarakat yang melintas.
Banyaknya postingan-postingan di whatsApp melalui story banyak mengunggah serta membagikan di group WhatsApp keresahan masyarakat dengan adanya galian tanah yang tidak sesuai dengan pergub bupati Tangerang.
Maka dari itu, penulis mengajak untuk selalu berhati-hati dalam berkendara di wilayah yang dilintasi dump truck yang memuat tanah mulai dari galian sampai ke lokasi pengurugan, gunakan helem dan masker demi keamanan serta kesehatan kita dalam berkendara.
Penulis juga merasakan ketidaknyamanan ketika melintas wilayah tersebut, karena banyaknya galian tanah yang tercecer dan polusi udara yang sangat tidak baik untuk kesehatan. Dan dengan tidak sadar galian tanah juga menyebabkan kerusakan lingkungan serta kerusakan jalan. Jalan semakin hancur dan pecah karna sering dilalui oleh dump truck yang memuat tanah.
Sedangkan menjaga lingkungan adalah sebuah kewajiban bagi semua manusia. Menurut pendapat Prof. KH. Ali Yafie dalam bukunya yang judul "Merintis Fiqh Lingkungan Hidup" dikatakan bahwa pemeliharaan dan perlindungan lingkungan hidup (hifdz al-bi`ah) masuk dalam kategori komponen primer dalam kehidupan manusia (al-dlaruriyat, al-kulliyat).
Dengan demikian, komponen dasar kehidupan manusia tidak lagi lima hal sebagaimana yang dikenal dengan konsep al-dlaruriyat al-khams atau al-kulliyat al-khams.
Tetapi menjadi enam 6 hal, ditambah dengan komponen lingkungan hidup sehingga menjadi al-dlaruriyat al-sitt atau al-kulliyat al-sitt, yaitu : hifdz al-nafs (perlindungan jiwa, kehormatan), hifdz al-aql (perlindungan akal), hifdz al-mal (perlindungan harta kekayaan), hifdz al-nasb (perlindungan keturunan), hifdz al-ddin ( perlindungan agama), dan hifdz al-bi`ah (perlindungan lingkungan hidup).
Pengamanan lingkungan hidup dari kerusakannya adalah bagian dari iman. Kualitas iman seseorang bisa diukur salah satunya dari sejauh mana sensitifitas dan kepedulian orang tersebut terhadap kelangsungan lingkungan hidup.
Melestarikan dan melindungi lingkungan hidup adalah kewajiban setiap orang yang berakal dan baligh atau dewasa. Melakukannya adalah ibadah, terhitung sebagai bentuk kebaktian manusia kepada Tuhan.
Penanggung gugat utama dalam menjalankan kewajiban pemeliharaan dan perlindungan lingkungan hidup ini adalah pemerintah (ulil amri). Pemerintah telah diamanati memegang kekuasaan untuk memelihara dan melindungi lingkungan hidup.
Penulis rasa, hal ini bukan lagi soal masalah yang kecil melainkan ini harus ada pembenahan bersama baik dari pemerintah setempat, pihak keamanan serta masyarakatnya untuk sama-sama menjaga lingkungan agar terasa nyaman, aman dan terlindungi dari segala hal aspek apapun yang merasa dirugikan.
Penulis juga memohon kepada pihak yang mempunyai kekuasaan dan pihak yang berwenang untuk menindak lanjuti peraturan yang ada, guna terciptanya kenyaman kita bersama. (*)
Kronjo, 02 April 2024.